AVATAR versus PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN


Membaca kata “Avatar” akan membawa pikiran kita pada tiga kemungkinan. Pertama, Avatar yang merupakan ilustrasi gambar yang disediakan Yahoo, Google, dan WordPress. Kedua, filem Avatar besutan James Cameron tahun 2009, yang mengisahkan tokoh Jake Sully yang bisa berubah wujud menjadi makhluk pribumi penghuni planet Pandora di luar angkasa sana. Rekayasa dan ngayal abis tapi ya keren juga sih. Buktinya, Taman Nasional Zhangjiajie di Hunan, China dapat berkah berupa kunjungan wisatawan yang penasaran dengan bebatuan yang menjadi inspirasi di film itu.

Avatar Aang, sumber Wikipedia

Avatar Aang, sumber Wikipedia

Avatar ketiga adalah tokoh khayalan bernama Aang, anak berusia 12 tahun (dalam ceritanya, konon umurnya sudah 112 tahun. Ahh, gak usah dipikirinlah, namanya juga tokoh fiktif hehehe…), kepalanya botak bertatto biru berbentuk tanda panah. Penampilannya sederhana macam biksu shaolin, bersenjatakan tongkat yang bisa berubah menjadi layang-gantole. Avatar Aang ini sakti mandraguna, dengan kemampuan tele-kinetikanya, ia menguasai ilmu pengendali udara, pengendali air, pengendali api, dan pengendali tanah. Dengan kemampuan mengendalikan empat unsur itu, Aang dan kedua sahabatnya Katara dan Sokka, berkelana menyelamatkan dunia dari serangan negara api.

Bryan Konietzko dan Michael Dante DiMartino yang mengarang tokoh Avatar Aang pasti akan tertegun (kalau mau didramatisir, si Aang akan dilukiskan nangis guling-guling), karena mereka nggak tahu bahwa di Indonesia ada orang dengan kemampuan Pengendali Ekosistem Hutan. Kebayang kan, betapa sakti, rumit, dan luasnya ekosistem hutan, apalagi hutan hujan tropis Indonesia yang menjadi paru-paru dunia. Air, tanah, udara, dan api merupakan bagian dari ekosistem hutan, sehingga pantaslah jika kita mengklaim bahwa ilmu Pengendali Ekosistem Hutan merupakan ilmu tanpa tanding. Setuju???

Tidak sembarang orang dapat menguasai ilmu Mengendalikan Ekosistem Hutan, jadi gak usah nekat lah mengaku-ngaku sebagai Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Kriteria dan persyaratan untuk menjadi seorang PEH, diatur oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Republik Indonesia (Kepmen PAN No.54 tahun 2003), Menteri Kehutanan (Kepmenhut SK86/2004), dan Badan Kepegawaian Negara (Keputusan BKN No.10 tahun 2004). Tuh…sampai sini aja si Aang pasti udah lemes dengkulnya, gak masuk kualifikasi dah…

Ya, PEH ini merupakan salah satu jenis jabatan fungsional yang hanya ada dan diada-adakan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Coba kita simak definisinya ya. PEH adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan pengendalian ekosistem hutan. Jadi, kita baru bisa jadi Pengendali Ekosistem Hutan jika sudah diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bagian Kepegawaian yang mengatasnamakan Menteri Kehutanan!! Tuhhh…NGERI nggak???

Ternyata PEH ini ada dua kasta, yaitu PEH Tingkat Terampil dan PEH Tingkat Ahli. Yang tingkat terampil musti menguasai pengetahuan teknis dan prosedur kerja dalam pengendalian ekosistem hutan, sedangkan Tingkat Ahli mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis dalam pengendalian ekosistem hutan. Sesuai takdirnya, PEH Terampil dibagi menjadi empat golongan, yaitu PEH Pelaksana Pemula, Pelaksana, Pelaksana Lanjutan, dan Penyelia. Sedangkan PEH Ahli terbagi menjadi PEH Pertama, PEH Muda, dan PEH Madya.

Judul golongan pada PEH Ahli ini mengingatkan saya pada pangkat di TNI Angkatan Laut, yaitu Laksamana Pertama (bintang 1), Laksamana Muda, Laksamana Madya, dan Laksamana (bintang 4). Sepertinya, tidak ada posisi bintang 4 dalam jabatan PEH ya. Lagipula, apa ada PNS Kehutanan yang bertahan dalam dunia PEH hingga mencapai PEH Madya, yang berarti golongan IV-C (empat). Padahal, golongan paling tinggi dari PNS adalah IV-E. Kalau ada dan berjumpa, saya mewakili Avatar Aang akan berlutut cium tangan dan sujud pada PEH Madya.…

Untuk diketahui bersama (tssaahhhh….bahasa pejabat nih), Tugas Pokok PEH dari kedua kasta ini sangat mulia, yaitu menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan pengendalian ekosistem hutan. Ssssttt….masih NGERI nggak?

Dari tadi ngomong pengendaian ekosistem hutan, emang apaan sih itu? Sabar dong ah…

Pengendalian Ekosistem Hutan diartikan sebagai proses pengembangan pengetahuan, sikap, dan perilaku kelompok masyarakat sasaran agar mampu memahami, melaksanakan, dan mengelola usaha-usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan mempunyai kepedulian serta berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungannya? Tuhhh…NGERTI nggak? %*@$#??!&%x

Jujur, setelah membandingkan definisi dengan rincian pekerjaannya, rasanya saya mau pingsan. Gak ngerti di mana sinkronnya antara definisi dan rincian kerjanya. Tapi sudahlah, saya jadi Pengendali Diri Sendiri aja deh….

Menjalankan fungsi PEH

Menjalankan fungsi PEH

Saya rasa si Aang juga ternganga-nganga, gak jelas antara kagum, minder, heran, atau bingung. Si Aang pasti buru-buru minta pulang ke kutub selatan naik bison terbang deh. Memang, dari definisinya itu, pasti gak sembarang orang bisa jadi Pengendali Ekosistem Hutan. Coba ya kita intip sedikit apa yang menjadi lingkup dan jenis kerjanya jabatan yang luar biasa ini.

Pejabat PEH ini pada dasarnya menangani prakondisi pengelolaan kawasan hutan (5 kegiatan pokok), pengujian hasil hutan (10 kegiatan pokok), rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial (3 kegiatan pokok), perlindungan hutan dan konservasi alam (5 kegiatan pokok). Masih ada 11 kegiatan pokok lagi yang digolongkan ke dalam unsur pengembangan profesi dan pendukung kegiatan PEH.

Sekedar gambaran saja ya, dalam menjalankan tugas dan kegiatan pokoknya itu, seorang PEH Pelaksana Pemula (ini PEH kasta paaliiiiiiingg buncit) memiliki 48 daftar kerjaan. Sedangkan PEH Madya (ini PEH kasta tertinggi) memiliki 128 daftar kerjaan!!!!. Hebat kan?

Jenis-jenis pekerjaan mempunyai nilai kredit yang menjadi dasar penilaian menaikkan kasta dan golongan kerja para Pengendali itu. Namun dalam dunia yang fana ini, kita akan jumpai PEH yang sibuk dengan jurus-jurus pengendaliannya tetapi lupa menerapkan jurus DUPAK (Daftar Usulan Penilaian Angka Kredit) sehingga karirnya “stabil” alias gak naik-naik. Di sisi lain, ada juga teman-teman Pengendali yang ahli membuat DUPAK, sehingga keahliannya itu dibutuhkan oleh PEH yang sibuk mengendalikan ekosistem hutan. Tuhhh…susah kan jadi PEH? Saking susahnya, ada rekan kerja saya yang sejak tahun 2006 sampai sekarang statusnya tetap Calon PEH. Kenapa coba? Gak menerapkan ilmu pengendaliannya? Atau lupa jurus DUPAK? Atau dia tidak tahu ada kawannya yang ahli DUPAK?

Makin tinggi status PEHnya, tentu makin tinggi ilmu pengendalian ekosistem hutannya, sehingga daftar kerjaannya makin paaaaaanjaang…. Itu normatif aturannya lho ya…kalo soal implementasinya ya nanti kita tanya kalau sudah ketemu PEH Madya bintang tiga itu.

Ada yang bisa bantu menemukan tokoh Super PEH kita ini? Siapa tahu ternyata beliau juga sudah bisa mengendalikan angin, air, api, dan udara seperti Aang….

NOTE: Peraturan Menteri Kehutanan terbaru mengenai para Pengendali Ekosistem Hutan, P.10/Menhut-II/2014 tertanggal 5 Februari 2014.

16 thoughts on “AVATAR versus PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

  1. Assalamu’alaikum….
    Terimakssih buat artikelnya, paling tdk sdh punya gambaran tentang PEH… hebat..hebat yaa… sdh bs ngalahin Sie Aang (avatar) 😀 smoga ntar saya jg bs nyusul deh jd PEH (baru mau dftar, msh jd Calon hehe..) semanggaaatttt 🙂

    Suka

  2. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR : P.10/Menhut-II/2014
    TENTANG
    PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL PENGENDALI EKOSISTEM
    HUTAN DAN ANGKA KREDITNYA
    “Pengendalian Ekosistem Hutan adalah segala upaya yang mencakup metode, prosedur, strategi dan teknik dalam kegiatan perencanaan hutan, pemantapan kawasan hutan, pemanfaatan hasil hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, pengelolaan Daerah Aliran Sungai serta konservasi sumberdaya hutan secara efektif dan efisien menuju pengelolaan hutan berkelanjutan.”

    Disukai oleh 1 orang

  3. Salut dan bangga pada tugas PEH. tunjangan yang masih dirasa kecil, memang segitulah yang baru bisa diberikan negara untuk para peh. para PEH harus bisa menunjukkan kinerjanya sehingga memang sangat dibutuhkan oleh kementerian kehutanan.

    Suka

  4. saya dulu teknisi konservasi jenis. kategori menyeramkan istilah ini. Lebih ngeri kawan sebelah, teknisi penetas telur penyu. apakah kerjaannya mengerami ? ga sampe hati bilangnya.

    Suka

  5. Ping-balik: Karena Saya Cuma PEH | baluran&me

  6. Dan ketika tunjangan polhut melebihi 1000K, dan penyuluh hampir segitu, tunjangan PEH segitu2 aja hahaha… nah kan, maki g nyambung antara definisi, beban kerja sama penghargaan?
    Berharap PEH segera dibubarkan dari muka bumi ini.. 😛

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar